Sabtu, 27 November 2010

2209105012(Ranu Wijayanto) Teknologi 3D Sudah di Depan Mata

Teknologi 3D Sudah di Depan Mata

Teknologi 3D kembali menjadi buah bibir orang-orang, pasalnya beberapa vendor elektronik memproduksi LCDTV/LEDTV yang mampu menayangkan gambar 3D. Demam 3D semakin merangsek ke dunia game ketika Nintendo menampilkan 3DS di ajang E3 2010. Dengan hadirnya 3DS, Nintendo maju selangkah lagi meninggalkan para saingannya yang baru saja merilis peripheral yang meniru kemampuan motion sensor Wiimote (Kinetic dan PlayStation Move).

Sebenarnya apa sih itu 3D? Kenapa hampir semua orang beranggapan kalau 3D adalah masa depan dunia hiburan? Apakah teknologi 3D ada di Indonesia? Eits, sabar-sabar, kami akan menjelaskan semua itu satu persatu.

Untuk pertanyaan terakhir, apakah teknologi 3D ada di Indonesia? Jawabannya adalah iya. Bila kamu lahir di tahun 90-an mungkin kamu akan menuding bioskop-bioskop di tanah air sebagai salah satu contoh teknologi 3D. Tapi apabila kamu lahir pada era 80-an atau lebih, kamu pasti ingat dengan tayangan 3D yang pernah disiarkan oleh salah satu televisi swasta. Satu tayangan 3D yang masih kami ingat dengan jelas adalah serial animasi Remi.

Untuk menikmati tayangan Remi secara 3D kamu harus memakai kacamata 3D. Bila kamu pernah menyaksikan animasi tersebut kamu mungkin akan sadar dengan background yang kerap berputar. Gerakan berputar tersebut membuat beberapa bagian background yang berputar seperti melompat keluar dari televisi. Ilusi 3D tersebut ditimbulkan dengan menggunakan metode Anaglyph Image yang memanfaatkan daya tangkap otak terhadap dua fokus yang berbeda dengan gelombang warna tertentu.

Kami yakin pasti rasa ingin tahumu mulai tergelitik dan kamu semakin penasaran untuk mengetahui apa itu 3D. Untuk memuaskan hasratmu, KotGa sampai harus "meminjam" mesin waktu milik Doraemon. Pasalnya untuk menggali sejarah 3D kita harus mundur jauh ke belakang sampai dengan tahun 1838. Wah ternyata tua juga yah teknologi 3D. Ayo, berangkat!! Wung...Wung...Wung... (efek naik mesin waktu)

Setelah tiba di tahun 1838 mari kita berkenalan dengan bapak Charles Wheatstone, penemu serba bisa asal Inggris yang menjelaskan efek binocular vision yang nantinya membimbing dia untuk menemukan istilah stereopsi, gambar-gambar stereoscopic dan alat pembuat gambar stereocopic yaitu stereoscope. Hmm, selanjutnya mulai dari mana yah penjelasannya? Hmm, bagaimana kalau kita mulai dari yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, yaitu binocular vision.

Binocular vision adalah efek yang ditimbulkan oleh kedua mata saat digunakan secara bersamaan. Efek tersebut menimbulkan sudut pandang yang sangat luas bila dibandingkan dengan hanya menggunakan satu mata. Bila dihitung sudut pandang manusia mencapai 200 derajat dan 120 derajat pada bagian fokus kedua mata (arah pandangan).

Bandingkan angka tersebut dengan penggunaan satu buah mata yang hanya mencapai kisaran 40 derajat. Jauh bukan perbedaannya. Jadi pada intinya dengan adanya dua bola mata kamu akan mendapatkan empat keuntungan sekaligus. Salah satu keuntungan sudah kami bahas, keuntungan lain yang berhubungan dengan pokok bahasan kali ini adalah efek stereopsis.

Stereopsis. Kalimat tersebut berasal dari bahasa Yunani yang merupakan gabungan dua kalimat yaitu, "Stereo" dan "Opsis". "Stereo" berarti solid, sedangkan "Opsis" artinya pandangan atau penglihatan. Bila kedua kalimat digabungkan maka akan muncul kalimat penglihatan yang solid atau bisa dimaknai sebagai depth perception (perkiraan jarak pada setiap obyek dalam gambar).

Efek stereopsis timbul karena manusia memiliki dua bola mata sekaligus dan efek ini bisa ditimbulkan secara sengaja dengan cara menyandingkan dua gambar yang mirip tetapi memiliki sedikit perbedaan pada ketebalan garis atau sudut pandang. Nantinya mata yang melihat kedua gambar tersebut akan berusaha menyatukan kedua gambar sehingga menimbulkan ilusi kedalaman obyek.

Sebenarnya jauh sebelum Charles Wheatstone mengenalkan istilah Stereopsis, Leonardo da Vinci sudah menemukan efek stereo pada gambar. Penemu eksentrik yang jadi sahabat Ezio Aditore di Assassins Creed 2 ini menemukan perbedaan garis-garis horizontal pada dua lukisan identik yang diletakkan pada jarak yang sedikit berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar